Cerita ini telah dipublish di Website Majalan Panorama, baca di disini
Apakah kamu membawa mangga di tas?,” kata seorang Petugas. Aku hanya menggeleng, dan suami ku dengan ramah menjawab “No, Sir,”. Tidak lupa dengan senyuman. Aku melihat sekeliling . Heran. Apa gerangan orang-orang ini menanyakan keberadaan mangga. Di sebuah papan pengumuman lusuh tertulis “Plant Quarantine Service Check Point”. Aku hanya memandang heran, namun terlalu malas untuk berpikir, apalagi bertanya. Minivan yang kami tumpangi sejak 3 jam lalu kembali bergerak, menembus jalanan dengan aspal yang tidak sempurna. Terkadang malah hanya jalan tanah dengan bebatuan kecil. Menurut informasi kami butuh 2-3 jam lagi agar sampai ke tujuan.
Apakah kamu membawa mangga di tas?,” kata seorang Petugas. Aku hanya menggeleng, dan suami ku dengan ramah menjawab “No, Sir,”. Tidak lupa dengan senyuman. Aku melihat sekeliling . Heran. Apa gerangan orang-orang ini menanyakan keberadaan mangga. Di sebuah papan pengumuman lusuh tertulis “Plant Quarantine Service Check Point”. Aku hanya memandang heran, namun terlalu malas untuk berpikir, apalagi bertanya. Minivan yang kami tumpangi sejak 3 jam lalu kembali bergerak, menembus jalanan dengan aspal yang tidak sempurna. Terkadang malah hanya jalan tanah dengan bebatuan kecil. Menurut informasi kami butuh 2-3 jam lagi agar sampai ke tujuan.
Perjalanan minivan ini di mulai dari Kota Puerto
Princesa, ibu kota Provinsi Palawan, Filipina. Kota ini bisa ditempuh dengan
pesawat selama 1 jam dari Kota Manila. Begitu mendarat di Bandara Internasional
Puerto Princesa , beberapa travel agent berbaris menyambut kami dengan kertas
berisi paket perjalanan serta tiket minivan menuju Elnido, tujuan kami.
Beberapa turis yang satu pesawat dengan kami terlihat langsung membeli. Namun
kami sebagai backpacker minim budget tidak ingin menyesal dengan harga tanpa
tawar menawar. Benar saja, kami mengehemat 400 Piso (1 piso : Rp. 300) dengan
memesan tiket di luar gedung Bandara.
Hari sudah mulai senja dan langit
telah mengeluarkan mega merahnya. Akhirnya minivan berhenti di sebuah pasar
kecil yang ternyata merupakan akhir perjalanan kami. Begitu turun, beberapa tukang
becak langsung menawarkan jasa mereka untuk mengantarkan kami ke kawasan pantai
yang banyak dibangun penginapan. Kami melihat sekeliling, hanya ada kios-kios
yang menjual sayur, buah, dan ikan. Kami tidak menemukan pantai atau pun
penginapan. Akhirnya kami mengiyakan tawaran mereka. Dengan 50 Piso, kami pun
beranjak dengan becak Elnido yang mirip bemo.
15 menit kemudian, kami memasuki
kawasan pemukiman yang padat. Rumah penduduk, penginapan, restauran, toko, dan
beberapa travel agen bersatu padu di kawasan ini. Fransisco, supir becak menawarkan
kami beberapa penginapan, namun kami menolak dan memilih untuk mencari sendiri.
Kami memilih salah satu penginapan milik warga dengan harga 600 Piso per malam,
harga tersebut sangat murah mengingat Februari merupakan high season di Elnido
dan kamar kami juga telah dilengkapi dengan kamar mandi, tidak perlu sharing.
Elnido terletak di wilayah paling
utara Provinsi Palawan, merupakan kota kecil yang diapit oleh tebing dan laut.
Untuk menyusuri kota ini, kita hanya perlu berjalan sekitar 20-30 menit dari
ujung ke ujung. Selain turis, ELnido juga menjadi daya tarik produser perfilman
di dunia. Beberapa Film yang masuk layar lebar mengambil gambar di Elnido,
seperti Bourne Legacy.
Keesokan harinya kami melakukan
hopping island yang merupakan alasan utama para turis datang ke Elnido. Kami
memilih paket A dengan harga 900 Piso per orang. Tour
paket A meliputi wisata laguna dan pantai yang berada di sekitar pulau miniloc.
Selain harga paket, kita juga harus membayar tiket masuk kawasan pulau sebesar
200 Piso, tiket ini berlaku untuk 10 Hari.
Setelah pemandu yang sekaligus merupakan kru
kapal memperkenalkan diri, kapal
bercadik sebagai tranportasi kami mulai meninggalkan pantai Elnido. Di Kapal
kami bersama 6 turis lain. 2 turis pertama yang merupakan suami istri berasal
dari Manila yang sedang melakukan bulan madu, suami istri lainnya berasal dari
San Fransisco namun berperawakan Asia, 2 turis wanita lainnya berasal
dari Korea.
Pertama
sekali kapal berhenti di Pantai Seven Comandos. Pasir putih, laut hijau bening
dan langit yang biru langsung menyambut kami. Tidak ada hotel atau keramaian
menambah pesona pantai Seven Comandos. Teriknya matahari yang mulai membakar
kulit tidak kami hiraukan. Selama waktu yang diberikan kami terus saja berenang
dan mengabadikan keindahan pantai dengan kamera.
Dari
Pantai Seven Comandos kami melanjutkan perjalanan menuju Secret Lagoon. Sesuai
namanya, untuk menuju laguna ini kami harus melewati satu lubang kecil yang
tersembunyi. Tentu saja kapal kami tidak bisa masuk sehingga kami harus
berenang menuju lubang tersebut. Secret Lagoon merupakan kawah kecil yang
dikelilingi tebing raksasa. Tidak bisa berenang di laguna ini karena sangat
dangkal. Kami memilih untuk cepat keluar dari secreet lagoon dan menikmati
keindahan pantai di sekitarnya. Kami tidak heran mengapa produser film jatuh
cinta pada Elnido, pantainya memang benar-benar cantik dan alami.
Matahari
semakin naik keatas hingga berada dipuncak. Perut kami mulai keroncongan. Kapal
kami kembali melempar Jangkar ke sebuah pulau kecil yang penuh batu, Pulau
Shimizu. Seperti di Pantai Seven Comandos, pasir di pulau ini begitu lembut dan
putih, hanya saja pulau ini dikelilingi batu kapur karst yang menjulang tinggi.
Kru kapal memberi arahan bahwa di Pulau ini kami akan makan siang. Sambil
menunggu pemandu, kru kapal yang ternyata juga koki memasak, kami disarankan
untuk snorkeling dan menikmati pantai.
Kami terlalu lapar untuk melakukan snorkeling,
sehingga kami hanya keliling di sekitar pulau. Banyak sekali bagian pulau ini
yang bisa kita jadikan sebagai pantai ‘pribadi’ karena tidak ada pengunjung
lain. Setelah puas mengambil foto kami kembali menuju pantai tempat kapal
dilabuhkan. Berharap makanan telah tersaji. Dan Harapan kami hanya tinggal
harapan karena para “koki” dadakan masih sibuk membersihkan ikan.
Akhirnya
kami bergabung dengan Marco dan istrinya, yang ternyata berkebangsaan Filipina
namun sudah lama tinggal di San Fransisco. Saat ini Marco memiliki 2
kebangsaan, Filipina dan Amerika. Yang terakhir ia dapatkan dengan menjadi
Alien Residence dan guru musik di San Fransisco. Marco Juga menjelaskan kenapa
setiap pengunjung dilarang membawa mangga ke wilayah Elnido. Hal ini disebabkan
karena beberapa wilayah di Filipina memiliki pohon mangga yang buahnya selalu
dipenuhi dengan serangga. Dan Pemerintah Elnido tidak ingin hal tersebut
merambat ke daerah mereka sehingga mereka melarang para turis membawa mangga, Rasa
penasaran kami akhirnya terpecahkan.
Cerita
kami semakin seru sebelum akhirnya kami dipanggil untuk menyantap makan siang.
Nasi, terong, Ikan, ayam dan babi panggang sudah tersedia di atas meja. Sebagai
muslim, kami sangat tidak terbiasa
makan di tempat yang memiliki menu Babi. Namun karena rasa lapar kami
sudah memuncak, akhirnya kami makan juga, dengan ikan dan nasi saja tentunya.
Selanjutnya
kami akan mengunjungi Big Lagoon dan Small Lagoon. Yang menurut kami merupakan
icon Elnido. Sering sekali ketika kita mencari informasi tentang Elnido, Foto
kedua laguna inilah yang sering ditayangkan. Big Lagoon dan Small lagoon
merupakan swimming hole yang luar biasa. Airnya yang tenang berwarna hijau
serta dikelilingi bebatuan tinggi yang ditumbuhi pepohonan adalah panorama yang
luar biasa, Jika difoto dari atas, kedua laguna ini menyerupai Pulau Wayag di
Raja Ampat.
Untuk
menikmati laguna ini, kita bisa berenang atau menggunakan kayak. Jalan menuju
Big Lagoon membuat kita seperti memasuki dunia baru. Kita akan melihat laut
hijau tenang selutut yang diapit dua tebing tinggi seperti berada di dalam
Ngarai. Ngarai tersebut akan membawa kita pada sebuah lokasi menyerupai danau berwarna
dark turquoise yang juga dikelilingi oleh batu kapur karst. Small Lagoon tidak
mau kalah. Walau jalan masuknya hanya berupa lorong sempit namun keindahan
lagunanya juga menghipnotis kita untuk melupakan segala sesuatu di luar laguna.
Kami
tidak perlu berpanas-panasan karena di kedua laguna tersebut cukup teduh. Saya
sampai berhayal bahwa laguna ini merupakan dulunya pemandian Putri Kayangan.
kami juga banyak menemukan bintang laut dan Bulu babi di Big Lagoon. Namun
jangan takut, karena bulu babi tersebut hanya berkumpul di pinggiran tebing dan
tidak menyebar. Small Lagoon dan Big Lagoon merupakan pemandangan yang paling
luar biasa yang pernah saya lihat. Kami sampai harus dipanggil berkali-kali
oleh pemandunya untuk kembali ke kapal.
Big
Lagoon adalah akhir dari perjalanan tour kami. Setelah semua berkumpul di
Kapal, akhirnya kami kembali menuju pantai Elnido dan berpisah dengan kru kapal
dan juga peserta tour, tidak lupa kami saling bertukar email. Perjalanan yang
sarat dengan keindahan ini telah berakhir namun akan terus berbekas di hati dan
suatu hari sangat ingin kembali lagi.
No comments:
Post a Comment