“Kak, pesawat.” kata adikku
sambil berlari keluar rumah. aku yang saat itu sedang menyapu ikut
menghamburkan diri keluar. Berdua kami mendongak ke atas melihat benda kecil
yang bergerak menembus awan. Kami tidak mengalihkan mata kami hingga pesawat
yang kami lihat dari jarak yang sangat jauh itu menghilang. Hati kami bersorak.
Walau hanya sebesar jari jempol kecil kami, namun melihat pesawat dari kejauhan
adalah hiburan bagi kami, anak desa yang jauh dari kota apalagi bandara.
Terkadang kami melambaikan tangan kami keatas, berharap penumpang pesawat
melihat dan tersenyum pada kami di bawah.
Melihat pesawat juga merupakan
kebanggaan bagi kami antar teman, apalagi jika melihat jet yang terbang lebih
cepat dan menyisakan asap di ekornya ketika melintas. Kami saling pamer kapan
saja kami melihat pesawat. Belum seorang pun yang pernah melihat langsung
pesawat dalam ukuran yang lebih besar dari jempol jari kami. Melihat pesawat
akan selalu menjadi bagian cerita kami.
Bapak selalu mengatakan bahwa
yang naik pesawat itu hanya orang-orang kota yang kaya. Aku sedikit kecewa,
namun tidak mau menyalahkan nasibku yang terlahir sebagai anak desa. Tapi Bapak
juga selalu meyakinkan kami bahwa kami bisa pindah ke kota dan naik pesawat
jika belajar tekun. Kata yang membuat hatiku bergelora dan melahirkan harapan
bahwa aku bisa naik pesawat yang selama ini hanya bisa aku lihat dari jarak
yang jauh sekali. Aku membayangkan diriku sedang melambai ke bawah melihat
teman-temanku yang juga melambai dan memanggil-manggil namaku.
Ketika kuliah akhirnya aku bisa
memijakkan kaki di kota Medan. Aku lulus pada salah satu Universitas terbaik di
kota ini. Bapak tidak salah. Pendidikan lah yang akhirnya membawaku ke kota.
Aku senang sekali walau akhirnya banyak yang harus kusesuaikan. Mimpi untuk
naik pesawat masih terus membara dalam benakku. Aku yakin jalan itu pasti ada.
Akhir April 2008, Media Kampus
yang saat itu kuikuti menawarkan Kegiatan Magang di salah satu perusahaan Media di
Jakarta. Aku ragu. Jakarta cukup jauh dan tidak ada kerabat yang akan
kukunjungi. Namun aku juga membenci ketakutan yang ada dalam diriku. Kapan lagi
aku akan pergi berkunjung ke kota lain dan yang paling penting adalah aku akan
naik pesawat. ya, Aku akan naik pesawat. Sore itu, aku mendaftarkan diri
menjadi salah satu peserta magang.
Kali ini halangan yang kuhadapai
bukan dari diriku sendiri. Namun pada biaya yang sedikit memberatkan
orangtuaku. Aku juga kasihan jika harus membebankan mereka. Biaya makan akan
ditanggung oleh perusahaan tempat magang, perusahaan juga akan memberikan
sedikit uang saku, namun tidak untuk transportasi. Ongkos naik bus pun cukup
mahal, belum lagi biaya makan di jalan. Hampir saja keputusanku untuk berangkat
ke Jakarta kubatalkan. Namun Tuhan berkehendak lain. Sarah, salah satu temanku
mengabarkan jika Maskapai Airasia sedang promo tiket Medan-Jakarta.
Tiba-tiba aku sangat semangat. Sarah
membuka laptopnya, mencari jaringan Wifi dan membuka situs Airasia. Dan.. 199
Ribu. Iya, tiket dari Medan ke Jakarta hanya sebesar itu. Aku langsung meminta
tolong untuk memesan tiket untukku. Sarah membantuku mengisi data informasi.
Namun kami memiliki kendala yang lain. kami tidak memiliki kartu kredit.
Sedangkan sarana pembayaran di situs Airasia saat itu hanya melalui kartu
kredit. Tiba-tiba aku ingat temanku Rini yang sehari-harinya berkenderaan mobil
ke kampus. Aku menghubunginya dan menanyakan kartu kreditnya. Dia juga tidak
punya namun menawarkan untuk meminjamkan punya kakaknya untukku. Pertolongan
kembali datang, Kakak Rini memberi ijin dan percaya pada kami sehingga memberi
data-data kartu kreditnya pada kami. Kini tiketku ada di email.
Orangtua dan adikku ikut mengantar
ke Bandara Polonia ketika aku akan berangkat. Walaupun baru pertama kali namun
aku harus pergi sendiri. Mamak berkali-kali mengingatkanku untuk banyak
bertanya. Aku menyalami mereka satu per satu. 90 menit sebelum keberangkatan
aku telah berada di counter check in.
setelah membayar Airport tax, aku
diarahkan menuju waiting room yang
terlalu dingin untukku.
Aku
menghela nafas bahagia. Pesawat dengan ukuran sebenarnya telah berada di
depanku. Berkali-kali aku mengucap syukur. Aku tidak akan hanya melihat, namun
juga akan menumpang hingga Jakarta. Ketika panggilan untuk penumpang Airasia
rute Medan-Jakarta bergema, aku melangkah mengikuti puluhan orang yang
berkerumun. Aku memberikan Boarding Pass pada
penjaga wanita yang cantik dan langsing, wanita itu menunjukkan pesawat yang
harus kunaiki. Betapa megahnya pesawat yang akan kunaiki, ditambah warna merah
merona, Pesawat Airasia yang akan kunaiki itu terlihat gagah dan kuat.
Aku duduk tepat di samping
jendela. Ketika mulai take off, tak
henti-hentinya aku melihat keluar jendela. Aku menikmati kota Medan yang
semakin lama semakin kecil, pemandangan awan yang mirip tumpukan salju. Terkadang
aku penasaran apakah aku akan melewati kampungku, dan melihat anak-anak sedang
melambai kearahku. Tidak ada. Aku pun tidak bisa membalas lambaian mereka. Aku
tersenyum lebar dalam hati. Tidak seperti penumpang disampingku, dalam 2 jam
perjalanan aku tetap terjaga menikmati penerbangan pertamaku.
Airasia telah memberikan
kepercayaan diri untuk bermimpi lebih jauh. Harga tiket yang diberikan telah
meyakinkanku bahwa pesawat bukan hanya untuk orang kota dan kaya. Airasia juga
telah meyakinkanku bahwa aku tidak ingin sekedar naik pesawat, namun aku
menikmati tempat baru, mencintai keasinganku, dan ingin melakukannya lagi. Jakarta
adalah awal dari itu semua. Aku ingin menjadi pelancong.
Perjalanan ke Elnido, Filipina
Hal itulah yang membuatku sering
sekali membuka situs airasia untuk mencari tiket murah. Ketika kuliah, aku
menabung untuk bisa sampai di Padang dan Bandung. Aku rela untuk tidak membeli
baju baru demi membeli tiket. Hal itu berlanjut ketika aku mulai bekerja di
salah satu bank. Cuti-cutiku selalu kugunakan dengan maksimal. Di awal tahun,
aku sibuk mencari tanggal merah sehingga bisa libur panjang. Semua waktu
tersebut kugunakan untuk bepergian. Banda Aceh, Pulau Weh, Bali, Lombok,
Yogyakarta, Kuala Lumpur, Penang, Singapura, Phuket, Krabi, dan Filipina telah
kujelajahi. Sabtu Minggu terkadang kugunakan untuk menikmati wisata local di
Medan seperti Berastagi, Danau Toba, dan juga Tangkahan.
Aku mencintai traveling. Hobi
yang tak pernah kupikirkan sebelumnya. Aku tergila-gila pada kegiatan ini dan
aku bersyukur telah menggunakan masa mudaku untuk bepergian. Banyak sekali
pengetahuan baru yang kudapat, teman-teman baru, dan hal-hal unik di setiap
daerah. Bagiku, traveling adalah sebuah kekayaan yang tidak bisa dihitung. Semakin
sering bepergian, aku merasa semakin kaya walau sering sekali harus rajin
mencari tiket super murah. Terima kasih Airasia.